MALILI – Tangan perempuan paruh baya itu terlihat gesit, mencampur satu persatu bahan-bahan dari nasi basi, buah nanas, bonggol pisang, jerami, gedebog pisang, sisa-sisa sayuran hingga rebung. Agustina, 45, hari itu tak hendak membuat bahan makanan untuk dikonsumsinya.
Sebaliknya, lewat pengetahuan yang diperoleh dari seorang penyuluh pertanian organik seluruh bahan-bahan itu akan dimanfaatkan untuk membuat Mikro Organisme Lokal (MOL). MOL ini nantinya akan dijadikan sebagai pupuk hayati, fungisida organik dan dekomposer untuk pembuatan pupuk kompos.
Bukan tanpa alasan, Perempuan Asal Sangalla Toraja ini, terpikat memilih pola pertanian ramah lingkungan dengan memanfaatkan limbah rumah tangga atau tumbuhan. Sebab sebelumnya sejak menisbahkan diri sebagai petani tentu Agustina sudah sangat lekat dengan pestisida.
Beruntung pada tahun 2014, Agustina dipertemukan dengan program pertanian sehat ramah lingkungan berkelanjutan dari PT Vale Indonesia Tbk. Dimana, didalamnya memuat pola dukungan melalui kemitraan strategis perusahaan penghasil nikel ini, yang itemnya dielaborasi dalam sebuah pola budidaya System of Rice Intensification (SRI) Organik.
Program SRI Organik yang sudah berjalan 4 tahun ini merupakan bagian dari Program Terpadu Pengembangan Masyarakat (PTPM).
SRI Organik kini telah menyebar di 9 area pengembangan di 7 kecamatan se Luwu Timur (Lutim). Bahkan, Hasil dari padi dari Mahalona Kecamatan Towuti sudah mendapatkan sertifikasi organik dari Lembaga Sertifikasi Nasional INOFICE.
Menurut Agustina, awal mula diperkenalkan SRI Organik dirinya langsung kepincut, karena semangatnya untuk menghindari pemberian racun pada hasil pertaniannya rupanya terjawab.Tak sampai disitu saja, dia mengaku, tak perlu merogoh kocek dalam untuk mendapatkan hasil produksi padi yang berkualitas baik. Sebab, dengan SRI Organik bisa hemat biaya pupuk, karena semuanya bisa dibuat sendiri dengan memanfaatkan MOL dan bahannya ada disekitarnya.
“Untung ada SRI Organik, kami tidak hanya hemat biaya tapi terpenting kami tidak memberikan racun pada beras yang dihasilkan. Belum lagi, manfaatnya sangat besar terhadap pendapatannya,” ujarnya, saat ditemui di areal persawahan Desa Ledu-ledu, Kecamatan Wasuponda, baru-baru ini.
Diakui Agustina, mulanya menerapkan SRI Organik tidak langsung menerapkan di lahannya seluas 1 hektar, tapi secara bertahap dari 1 petak, 2 petak, setengah hektar hingga akhirnya seluruh areal sawah miliknya sudah memanfaatkan pertanian ramah lingkungan tersebut.
Hasilnya tentu, sangat membuatnya takjub karena dahulu dengan pola konvensional memanfaatkan pestisida hasilnya kadang hanya 20 karung gabah dengan harga sangat murah kisaran Rp8.500 per kilo gram (kg) hingga Rp9.000 (kg). Kini, dengan SRI Organik membuatnya disetiap musim panen sumringah.
Betapa tidak, harga jual berasnya begitu tinggi Rp17.000 per kg untuk beras putih dan beras merah Rp25.000 per kg. “Dulu konvesional jual berasnya pendapatan seadanya, sekarang dengan pola SRI Organik kadang belum panen pembeli sudah minta disimpkan berasnya. Dan, pemasarannya juga semakin luas tidak saja di Luwu Timur tapi di Makassar hingga Jakarta,” terangnya.
Pola pertanian sehat ramah lingkungan menjadi salah satu program unggulan PT Vale Indonesia Tbk. Hasilnya, SRI Organik diminati petani karena tidak saja kualitas berasnya yang mumpuni. Tapi juga, dari sisi harga petani dapat mendapatkan nilai lebih. Pada areal pembedayaan, pola ini telah diterapkan di Desa Libukang Mandiri di Towuti dan Desa Ledu-ledu di Wasuponda sebagai area percontohan.
Tak berhenti sampai disitu saja, secara berkelanjutan dilakukan pengembangan pada sejumlah daerah.
Menurut Gunawardana Vinyaman Direktur Communications & External Affairs, sejak 2013 program ini dihadirkan tercatat ada sekitar 196 petani binaan didampingi 15 penyuluh pertanian. Dimana, total areal yang dikembangkan 83,94 hektar tersebar di 6 area pengembangan wilayah PT Vale Indonesia Tbk dan 3 area diluar pengembangan PT Vale.
“Program SRI Organik menjadi program unggulan sektor pertanian, karena konsepnya ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya lokal untuk pemenuhan kebutuhan produksi pertanian,”ujarnya.
Tak hanya itu saja, kata dia, petani yang ikut dalam program ini dibekali sistem budidaya pertanian ramah lingkungan. Seperti mereka diperkenalkan cara memanfaatkan Mikro Organisme Lokal (MOL) dalam mendorong peningkatan produksi, membuat kompos hingga memanfaatkan pestisida nabati.
“Kami targetkan minimal 3 desa organik dan menargetkan menjadi areal pengembangan organik terbesar di Indonesia pada 2021 dengan capaian 35 hektar. Dan, seluas 150 hektar total luas lahan keseluruhan padi organik tahun 2021,” paparnya.
Dari jumlah tersebut, tentu diharapkan target produktifitas melebihi rata rata produktivitas pertanian di luwu timur 9-12 ton per hektar (ha) dari yang ada saat ini 6,2 ton per ha demi mendukung program pemerintah mewujudkan Luwu Timur sebagai produsen pangan sehat Indonesia.
Sumber : https://makassar.sindonews.com/read/12099/3/pt-vale-sebarkan-semerbak-wangi-sri-organik-pikat-petani-1533474506/2